Filipina Berkabung
Ampatuan Junior, Sekutu Arroyo, Dituduh Otaki Pembantaian
MANILA, Rabu
”Pembunuhan mengerikan di Provinsi Maguindanao merupakan kejahatan paling keji. Para korban adalah pengacara, jurnalis, dan sejumlah warga sipil yang tidak bersalah. Saya terkejut dan marah,” kata Arroyo dalam pernyataannya yang dibacakan Sekretaris Eksekutif Istana Kepresidenan Eduardo Ermita.
Presiden telah menginstruksikan Menteri Pertahanan Norberto Gonzales dan Menteri Dalam Negeri Ronaldo Puno terbang ke Maguindanao serta langsung memimpin penyelesaian segera kasus itu. ”Hukuman harus dijatuhkan kepada mereka yang bertanggung jawab,” tambah Arroyo.
Ermita menambahkan, Istana Kepresidenan menyarankan Wali Kota Datu Unsay Andal Ampatuan Jr dan para tersangka lain pembantaian segera menyerahkan diri kepada otoritas.
Ampatuan Jr adalah pejabat lokal untuk koalisi Lakas Kampi CMD, yang kini berkuasa di Filipina. Lakas Kampi adalah partai yang menyukseskan Arroyo sebagai presiden Filipina.
Ampatuan tidak suka dengan rencana politisi bernama Esmael Mangudadatu dari klan Mangudadatu, yang akan menantangnya untuk jabatan gubernur dalam pemilu Mei 2010. Korban tewas dalam pembantaian itu berasal dari anggota keluarga dan relasi klan Mangudadatu.
Esmael Mangudadatu mengatakan, istrinya, salah satu korban, dibunuh dengan cara sangat keji dan mayatnya dimutilasi. Begitu juga kakak perempuan dan bibinya yang sedang hamil. ”Dia (Ampatuan) seorang monster. Mereka (keluarga Ampatuan) adalah monster,” papar Mangudadatu.
Pada hari Rabu, aparat Filipina menemukan lagi 11 mayat di lokasi penguburan massal, sehingga jumlah korban hingga saat ini sebanyak 57 orang.
Polisi telah mengidentifikasi Andal Ampatuan Jr sebagai kemungkinan otak pembantaian. Saksi pembantaian, polisi ataupun kalangan politisi, meyakini aksi pembantaian itu dilakukan oleh dinasti keluarga Ampatuan yang sangat berkuasa dan selama 20 tahun terakhir menjadi penguasa di wilayah itu tanpa ada yang berani menyainginya.
”Kami akan segera menyampaikan tuntutan setelah menyelesaikan penyelidikan,” kata Ricardo Blancaflor dari Departemen Kehakiman.
Belum semua korban itu diidentifikasi, tetapi 17 dari sejumlah korban itu diyakini adalah jurnalis. Hal itu menjadikan hari Senin itu, saat peristiwa pembantaian, sebagai hari paling hitam dalam sejarah pers Filipina.
Para wartawan Filipina telah menggelar aksi protes sekaligus keprihatinan atas banyaknya jurnalis yang tewas. Bahkan Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA), yang bermarkas di Paris, mengutuk pembantaian yang sangat keji tersebut.
Federasi Wartawan Internasional (IFJ) yang berpusat di Belgia pun menyebut Filipina di bawah pemerintahan sekarang ini sebagai tempat paling berbahaya bagi wartawan. Sebanyak 74 wartawan telah tewas di negara itu dalam delapan tahun terakhir.
Source : Kompas, Kamis, 26 November 2009 | 03:51 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar