Sabtu, 24 Oktober 2009

Organisasi Pers Aceh Susun MoU Anti Kriminalisasi

Aceh

Organisasi Pers Di Aceh Susun MoU Anti Kriminalisasi

Banda Aceh ( Berita ) : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyusun nota kesepahaman bersama (MoU) sebagai bentuk kesepakatan melawan kriminalisasi dan kekerasan terhadap insan pers.

“MoU dibuat untuk mempertegas Undang-undang No.40/1999 tentang Pers,” kata Ketua PWI NAD, HA Dahlan TH di Banda Aceh, Rabu [26/11] .

Kesepakatan tersebut melanjutkan penyusunan MoU antara PWI, IJTI dan AJI dengan Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Pepartemen Hukum dan HAM (Depkumham) untuk menjadikan UU Pers sebagai dasar menindaklanjuti berbagai pengaduan terkait DENGAN kegiatan jurnalistik.

Kesepakatan itu juga tertuang dalam pernyataan sikap bersama yang ditandatangani Ketua PWI NAD, HA Dahlan TH, Ketua AJI Banda Aceh Muhammad Hamzah dan Ketua Umum IJTI Pusat Imam Wahyudi pada Selasa (25/11) di Banda Aceh.

Berdasarkan data LBH pers, sepanjang Januari-Oktober 2008 kekerasan terhadap jurnalis tercatat 56 kasus, meliputi kekerasan fisik berupa pemukulan, penganiayaan atau pengeroyokan dan 23 kekerasan nonfisik berupa intimidasi, pengusiran serta pelaporan secara hukum.

Berdasarkan fakta tersebut, pers di Indonesia belum sepenuhnya memasuki era kebebasan dan menunjukkan hukum yang berupa UU Pers belum sepenuhnya melindungi dan menjamin kerja jurnalistik.

Melihat masih rawannya kekerasan dan kriminalisasi terhadap pers, ketiga organisasi pers itu mengeluarkan empat poin pernyataan sikap yaitu pertama mengecam dan menyayangkan aksi kekerasan yang dilakukan anggota aparat keamanan terhadap jurnalis peliput di lapangan.

Kedua, mengingatkan bahwa dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, insan pers dilindungi UU No.40/1999 tentang Pers yang menjamin kemerdekaan pers dan melindungi hak pers nasional untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.

Poin ketiga, berdasarkan pasal 18 ayat 1 UU Pers, yang menyatakan barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Poin terakhir menyatakan mendorong penyelesaian hukum atas kasus perampasan kaset rekaman liputan jurnalis ANTV, TV One dan RCTI oleh aparat Brimob Polda Papua pada Jumat 12 September 2008 dan kasus pengeroyokan serta penganiayaan oleh anggota TNI AL terhadap kameramen RCTI pada 20 September 2008 di Kepulauan Riau. ( ant )***

Sumber : Berita ANTARA

Nanggroe Aceh Darussalam

Kamis, Nov 27, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar