Sabtu, 24 Oktober 2009

Terkurungnya Kebebasan Pers

Kasus Hukum

Tempo: Terkurungnya Kebebasan Pers

Pada hari Kamis, 16 September 2004 yang lalu Kebebasan Pers kian terkurung menuju lembah hitam. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman satu tahun penjara terhadap pemimpin redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo dalam kasus pencemaran nama baik Tomy Winata. Bambang Harymurti, pemimpin redaksi (pemred) Tempo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menyiarkan berita bohong yang dengan sengaja menimbulkan keonaran dalam masyarakat, pencemaran nama baik dan tindak pidana fitnah secara bersama-sama terhadap pengusaha Tomy Winata.

Vonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Bambang Harymutri dalam kasus pencemaran nama baik Tomy Winata kini telah menuai kecaman dari banyak kalangan.

Protes keras sempat dikeluarkan Komite Anti Kriminalisasi Pers (KAKaP) -koalisi lembaga swadaya masyarakat dan organisasi pers, terhadap vonis itu. Organisasi itu menilai bahwa Keputusan ini menambah deretan panjang daftar jurnalis yang dikriminalisasikan oleh pengadilan karena tulisan atau pun gambar yang dibuatnya seperti diungkapkan Akuat Supriyanto, Koordinator KAKaP kepada Tempo.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, Pimpinan Redaksi Rakyat Merdeka, Karim Paputungan, juga dihukum penjara lima bulan dengan masa percobaan sepuluh bulan karena dianggap menghina Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung; Redaktur Eksekutif Harian Rakyat Merdeka, Supratman, dijatuhi hukuman penjara enam bulan dengan masa percobaan 12 bulan karena dianggap menghina Presiden Megawati.

Ketua Umum AJI Indonesia, Eddy Suprapto kepada Tempo Interaktif menilai, pemenjaraan wartawan dalam masa reformasi ini benar-benar memasung kreatifitas pekerja pers, dan merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan Undang Undang nomor 40/1999 tentang Pers. Ia menilai dengan digunakannya pasal-pasal KUHP terhadap para jurnalis menunjukkan, aparat hukum menganggap UU Pers tidak ada.

Menurut pengamat dan praktisi hukum, Todung Mulya Lubis, keputusan menghukum Bambang Harymurti satu tahun penjara, adalah tindakan membunuh kebebasan pers di Indonesia. "Kutusan sama sekali tidak mempertimbangkan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik," katanya.

Kecaman juga datang dari Sabam Leo Batubara, Ketua Harian Serikat Penerbit Surat Kabar Pusat yang mengatakan, keputusan hakim itu sudah membingungkan rakyat. Karena baru sekitar dua minggu lalu pengadilan tinggi memenangkan Tempo dalam kasus sama. Tapi, seperti dikatakan Anggota Dewan Pers ini, "kok sekarang pengadilan di bawahnya justru mengatakan ada penghinaan dan berita bohong. Ini aneh".

Sementara itu, Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat, M Max Kwak mengaku khawatir, keputusan memenjarakan wartawan akan merusak tatanan demokrasi yang sudah dicapai. "Padahal, pers adalah elemen yang sangat penting dalam demokratisasi di Indonesia," katanya. Apalagi, masalah Tempo ini sangat menjadi perhatian publik di Amerika Serikat karena reputasi internasional Tempo dalam keunggulan jurnalistiknya.

Pengamat hukum media, Hinca IP Panjaitan juga menunjukkan kekecewaanya. "Majelis hakim terlalu memaksakan penggunaan pasal-pasal pidana dalam kasus ini. Penggunaan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dibuat pada jaman orang diserang dengan tulisan atau pengeras suara di tengah keramaian. Niat jahat itu, datang sendiri dari si pelaku dan dilakukan sendiri. Tapi ini pers, kerja jurnalistik secara tim. Perbuatan Tempo tidak bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik, karena dilakukan demi kepentingan umum. Undang-undang pers sendiri menekankan kritik dan saran untuk kepentingan umum. Jelas, pasal KUHP tidak tepat digunakan dalam kasus ini," katanya.

Untuk itu, Todung yang juga merupakan pengacara Tempo mengajak semua pihak untuk berjuang bersama. "Kami jelas banding. Saya yakin, pada tingkat pengadilan tinggi, bahkan Mahkamah Agung, Tempo akan mendapatkan keadilan yang selayaknya," katanya.

Tuntutan pun dikeluarkan KAKap terhadap MA. "Kami minta MA segera mengeluarkan surat edaran kepada seluruh hakim-hakim yang menangani kasus pers, untuk menggunakan UU Pers. MA juga harus lebih mengawasi hakim-hakim yang sedang menangani kasus-kasus pers di pengadilan," kata Akuat.

Arsip

[ Pembelaan (Pleidooi) Bambang Harymurti ]

Sumber : [Tempo Interaktif] 18/09/2004 13:45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar