Sabtu, 21 November 2009

Dikecam, Pemanggilan Media oleh Polri

Kamera dan kartu identitas digantungkan di pagar saat sejumlah wartawan yang tergabung dalam Koalisi Antikriminalisasi Pers berunjuk rasa di depan Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/11). Mereka menentang keras usaha kepolisian untuk memanggil wartawan terkait pemberitaan transkrip percakapan antara Anggodo Widjojo dan sejumlah pihak. Pemanggilan ini dianggap sebagai salah satu bentuk teror dan ancaman bagi kebebasan pers di Indonesia. (Foto : Kompas/Totok Wijayanto)***

Dikecam, Pemanggilan Media oleh Polri

Polri: Kami Tidak Berniat Kriminalisasi Pers

JAKARTA - Pemanggilan polisi terhadap media berdasar surat pengaduan Anggodo Widjojo dan Bonaran Situmeang mendapatkan kecaman dari sejumlah kalangan.

Selain dinilai sebagai bentuk penekanan terhadap kebebasan pers, pemanggilan itu diduga untuk menyasar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

”Pers hanya jadi sasaran antara. Tujuannya untuk melemahkan kewenangan penyadapan oleh KPK,” kata Teten Masduki, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia, Jumat (20/11).

Kecurigaan Teten itu beralasan karena KPK baru-baru ini mendapatkan surat pemberitahuan dari Polri bahwa Polri sedang mengusut kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang dan penyadapan dengan pihak terlapor KPK. Pengusutan itu dilakukan berdasarkan pengaduan Anggodo Widjojo dan Bonaran Situmeang. ”Ada indikasi rekayasa jilid kedua yang disiapkan untuk melemahkan KPK,” katanya.

Juru Bicara KPK Johan Budi yang dikonfirmasi mengatakan, ”Saya memang pernah mendengar surat dari Polri itu. Saya akan cek lagi.”

Surat pemberitahuan Polri ke KPK itu ternyata senada dengan surat panggilan ke Kompas, yang ditandatangani Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Kombes Raja Erizman. Dalam surat ke Kompas disebutkan, pemanggilan itu atas laporan polisi No Pol LP/631/X/2009/Bareskrim tanggal 30 Oktober 2009 dan laporan Polisi LP/637/XI/2009/Bareskrim tanggal 2 November 2009. Laporan itu disampaikan oleh Anggodo dan Bonaran Situmeang.

Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri menyampaikan hal yang bertolak belakang dengan surat pemanggilan itu saat berbicara dalam sidang Komisi III DPR, Kamis malam. ”Pemanggilan pimpinan media dalam rangka proses percepatan pemeriksaan, menjadi saksi untuk terlapor Anggodo,” katanya.

Tidak kriminalisasi

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna memastikan polisi tidak akan mengkriminalisasi pers. ”Tidak ada niat mengkriminalisasikan pers. Kami justru tengah berupaya memproses Anggodo. Kita ingin Anggodo segera jadi tersangka,” katanya.

Harian Kompas diwakili oleh Redaktur Pelaksana Budiman Tanuredjo dan bagian Divisi Hukum Kompas Frans Lakaseru. Sementara Sindo diwakili oleh Redaktur Pelaksana Nevi Hetharia.

”Kami hanya dimintai keterangan, bukan untuk BAP (berita acara pemeriksaan), tetapi dituangkan dalam berita acara interview. Itu bukan proyustisia,” ujar Budiman seusai pertemuan dengan polisi selama 30 menit.

Frans menjelaskan, polisi hanya mengajukan enam pertanyaan, yaitu soal data diri dan satu pertanyaan soal berita. Berita yang ditanyakan adalah soal rekaman sadapan percakapan Anggodo yang diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi (3/11) lalu. ”Ya, kami jawab iya. Beritanya dimuat tanggal 4 November,” kata Budiman.

Pagi harinya, wartawan yang tergabung Koalisi Antikriminalisasi Pers berunjuk rasa di Mabes Polri.

Alihkan perhatian

Anggota Dewan Pers, Leo Batubara, menilai, bukan tidak mungkin pemanggilan sejumlah media massa bertujuan memecah perhatian masyarakat terkait isu rekomendasi Tim Delapan dan kasus Bank Century.

Leo juga melihat ada kemungkinan polisi atau bahkan pemerintah ingin membuat media gentar dengan menerapkan cara-cara seperti dilakukan pada masa Orde Baru. ”Media massa ditakut-takuti, dipanggil untuk diperiksa sehingga mereka untuk sementara ’tiarap’,” ujar Leo. (AIK/WHY/DWA/NAR/WAD/SF)***

Source : Kompas, Sabtu, 21 November 2009 | 03:03 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar