BPK: Tagihan PBB Migas Rp 19,30 Triliun Tidak Valid
Hal ini terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Hal itu dikemukakan Ketua BPK Hadi Poernomo dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (31/5) pagi.
Dia mengatakan, penagihan PBB migas sebesar Rp 19,30 triliun tidak sesuai dengan UU PBB dan penetapannya tidak menggunakan data yang valid. ?ntuk itu BPK merekomendasikan agar pemerintah memperbaiki mekanisme penagihan dan penetapan objek PBB migas, sesuai dengan UU PBB dan UU Migas,ujarnya.
Terkait hal itu, BPK merekomendasikan pemerintah untuk memperbaiki mekanisme penagihan, menagih kekurangan PPH Migas. "Pelaksananaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPH Migas tidak optimal dan terjadi inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam penghitungan PPH Migas dan perhitungan bagi hasil Migas", katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa penerimaan hibah langsung masih dikelola di luar mekanisme APBN. Untuk itu BPK merekomendasikan pemerintah agar menertibkan administrasi hibah. Penerimaan hibah yang dilaporkan dalam LKPP harus lengkap dan akurat
“Pada penerimaan bukan pajak atau (PNBP) di 41 kementerian dan lembaga yang minimal sebesar Rp 368,97 miliar belum disetor ke kas negara dan sebesar Rp 213,75 miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN. Untuk itu kami meminta agar pemerintah menerapkan sangsi atas keterlambatan penyetoran PNBP dan mengkaji kembali mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas", katanya.
BPK juga menemukan masalah yang berulang-ulang terjadi pada pengelolalan dan pencatatan aset tetap bekas BPPN dan KKKS. "Untuk itu pemerintah perlu menyempurnakan pencataan dan pengelolanan aset tetap serta memperbaiki metode dan tata usaha aset KKKS dan bekas BPPN. Pengelolaan barang milik negara menunjukan belum optimal pada kinerja pemerintah selaku pengelola barang", ujarnya.
Dalam kesempatan itu, BPK memberi opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2010.
Opini tersebut didasarkan pada ketidaksesuaian atas empat hal, yakni standar akuntansi pemerintah (SAP), kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatutan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta permasalahan dalam pelaksanaan inventarisasi dan penilaian (IP) aset tetap.
BPK juga menemukan pencatatan uang muka badan usaha negara (BUN) tidak memadai, seperti saldo uang muka dari rekening BUN yang disajikan pada neraca sebesar Rp 1,88 triliun tidak didukung perincian per jenis pinjaman, per dokumen pencairan dana talangan maupun dokumen usulan penggantinya (reimbursement).
Nilai talangan dan penggantian tahun 2008010 yang masing-masing sebesar Rp 1,14 triliun dan Rp 1,43 triliun tidak dapat diidentifikasi. "Nilai penggantian lebih kecil sebesar Rp 2,91 triliun dibanding reimbursement-nya," katanya.
Permasalahan lain adalah adanya ketidakwajaran piutang pajak, yakni penambahan piutang menurut data aplikasi piutang berbeda sebesar Rp 2,51 triliun dengan dokumen sumbernya, yaitu surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atau surat tagihan pajak (STP). Di samping juga ada pengurangan piutang PBB berbeda sebesar Rp 1,03 triliun dengan penerimaannya.
Pengalokasian dana tidak berdasarkan kriteria yang jelas juga ditemukan BPK di sejumlah KL, seperti realisasi belanja barang di 44 KL sebesar Rp 110,48 miliar dan USD 65.450 tidak dilaksanakan kegiatannya, dibayar ganda, atau tidak sesuai dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang jelas.
Dalam laporan realisasi anggaran tahun 2010, menurut BPK, pemerintah melaporkan realisasi pendapatan sebesar Rp 995,27 triliun dan realisasi belanja sebesar Rp 1.042,12 triliun. Realisasi pendapatan negara mencapai 100,29 persen dari anggaran sebesar Rp 992,40 triliun atau sebesar 117,26 persen dari pendapatan tahun 2009 yang sebesar Rp 848,76 triliun.
Belanja negara 2010 meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah yang seluruhnya berjumlah Rp 1.042,12 triliun atau 92,54 persen dari anggaran sebesar Rp 1.126,15 triliun.//sumber sinar harapan//-//kba.ajiinews//depari.rs//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar