2010, Terjadi 117 Kasus Kekerasan Atas Nama Agama
[JAKARTA]-"kba=ajiinews"
Sepanjang tahun 2010, telah terjadi sebanyak 117 kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama termasuk gangguan terhadap rumah ibadah. Kondisi tersebut cukup memprihatinkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu mendorong perwakilan dari para penganut agama di Tanah Air menggelar sebuah seminar untuk mengenang setahun wafatnya mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dinilai sebagai tokoh pruralisme di Indonesia.
“Kegiatan ini dimaksudkan untuk meneladani kiprah Gus Dur dalam kehidupan bergama, berbangsa dan bernegara. Kami ingin menatap masa depan Indonesia yang lebih baik dari sisi keharmonisan antaragama,” ungkap Dr Eddie Kusuma MA, selaku penanggung jawab seminar bertajuk Melestarikan Semangat (spirit) Gus Dur dalam Kebangsaan dan Multikulturalisme, di Jakarta, Kamis (6/1).
Seminar yang akan digelar di Hotel Borobudur, Jakarta ini akan dibuka Menteri Agama Suryadharma Ali, dan dihadiri istri almarhum Gus Dur, Shinta Nuriyah Wahid beserta putrinya, mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Sri Sultan Hamengku Buwono X, serta Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Agil Siraj.
Kehadiran mereka untuk memberi kesaksian mengenai Gus Dur semasa hidupnya yang dinilai sebagai tokoh dan guru bangsa yang menghargai pluralisme dan multikulturalisme dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Para pembicara adalah pakar dan tokoh rohaniawan dari tujuh agama di Indonesia, Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, Konghuchu dan Tao. Selain itu, akan hadir pembicara kunci yang juga merupakan sahabat Gus Dur, Master Chin Kung.
Pendeta Buddha dari Tradisi Mahayana ini dikenal sebagai sahabat dekat Gus Dur. Keduanya kerap melanglang buana dan berbicara mengenai pentingnya keharmonisan dan kerukunan serta toleransi antarumat beragama.
Menurut Prof Dr HM Nur Kholis Setiawan dari Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang terlibat di kepanitiaan seminar, diharapkan dari ajang ini para wakil tokoh agama akan turut berperan aktif memberikan penjelasan mengenai arti realitas multikultularisme kepada umatnya. “Diharapkan umat tidak gampang terprovokatif,” ungkapnya.
Gus Dur dikenal sebagai sosok yang mampu menjaga tali silaturahim dengan semua pihak tanpa memandang ras, agama atau golongan. Almarhum bukan hanya kiai yang hanya paham tentang ilmu agama, tetapi juga seorang yang rasional terhadap ilmu-ilmu sosial.
Gus Dur juga memiliki keberanian dalam mempertahankan apa yang dia yakini kebenarannya, meskipun harus berlawanan arus dengan banyak orang. Agama dipandang Gus Dur sebagai pemersatu ideologi nasional untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bukan untuk mendirikan negara agama. “Karenanya ke depan kita berharap lahirnya Gus Dur-Gus Dur yang baru,” ungkap Eddie.sumber sp.online [L-9]//kba-ajiinews.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar