Harapan Tinggi kepada Tim
Penanganan Polisi Dinilai Tak Memuaskan
JAKARTA - Pembentukan Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit-Chandra oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memancing reaksi pro dan kontra. Meski demikian, langkah ini diharapkan bisa mengurai kemelut penegakan hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Dalam upayanya mengakomodasi desakan masyarakat untuk menengahi konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian, Presiden Yudhoyono, Senin (2/11), membentuk tim independen klarifikasi fakta dan proses hukum dua wakil ketua (nonaktif) KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, yang kini berada dalam tahanan kepolisian.
Tim ini dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution, yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dengan wakil ketua Irjen (Purn) Koesparmono Irsan dan sekretaris tim Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana.
Anggota tim terdiri dari lima orang, yakni Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan praktisi hukum Amir Syamsuddin.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menjelaskan, tim yang dibentuk dengan keputusan presiden itu diharapkan menyelesaikan tugas mereka dalam waktu dua pekan. ”Kalau lebih lama, masih bisa difasilitasi. Tetapi, melihat dinamika di masyarakat yang berkembang sekarang ini, kita berharap tim bisa menyelesaikan kurang dari dua minggu lebih baik,” ujarnya.
Ketidakpercayaan
Adnan Buyung Nasution menjelaskan, tim ini dibentuk sebagai respons atas adanya ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap proses penegakan hukum menyangkut kredibilitas kepolisian kejaksaan, dan KPK.
”Semua hal yang menjadi unek-unek masyarakat akan kami tampung. Yang sudah kami catat misalnya kerisauan atau ada perasaan amat memilukan karena keluarga Bibit dan Chandra tak bisa menjenguk di tahanan. Penasihat hukum diberikan hak oleh KUHP setiap saat menemui kliennya, tetapi penasihat Bibit dan Chandra sampai sekarang dibatasi hanya dua kali seminggu bertemu,” ujar Adnan Buyung.
Adnan Buyung juga menegaskan, tim akan turut mengkaji isi rekaman pembicaraan yang mengindikasikan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap dua unsur pimpinan KPK tersebut.
Senada dengan Adnan Buyung, anggota tim lainnya, Amir Syamsuddin, menuturkan, alasan Presiden membentuk tim, antara lain, karena penjelasan polisi dalam penanganan kasus Bibit dan Chandra tidak memuaskan.
”Presiden sudah minta polisi untuk menjelaskan penahanan Bibit dan Chandra. Namun, penjelasan yang diberikan pada Jumat lalu itu justru membuat masalah makin tidak jelas, bahkan memunculkan sikap tidak percaya kepada pemerintah di masyarakat,” kata Amir.
Amir juga mengatakan, ada dua pandangan di dalam tim independen klarifikasi fakta. Pertama, apa pun yang terjadi, masalah yang melibatkan Bibit dan Chandra harus bergulir hingga pengadilan.
Pendapat kedua, jika fakta yang diperoleh ternyata meragukan, perlu ditempuh mekanisme lain, seperti penerbitan surat perintah penghentian penyidikan.
Golkar menolak
Partai Golongan Karya (Golkar) menolak pilihan solusi pembentukan tim independen klarifikasi fakta. ”Partai Golkar hanya setuju dengan pilihan solusi ketiga, yaitu memproses hukum mereka yang terlibat kasus oleh institusi penegak hukum. Namun, hal itu harus dilakukan dengan percepatan, baik oleh kepolisian maupun kejaksaan, dan dilakukan secara transparan,” kata Muladi, Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar, dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin.
Menurut Muladi, dua pilihan lainnya, yaitu pembentukan tim independen klarifikasi fakta dan gelar perkara dengan melibatkan pihak luar yang independen, melanggar prinsip penegakan dan supremasi hukum di negara yang demokratis.
Prinsip penegakan hukum harus bebas dari intervensi pihak luar selain lembaga peradilan dan penegak hukum.
Kalaupun terjadi keraguan di kalangan masyarakat terhadap independensi aparat penegak hukum, Muladi menyarankan proses percepatan juga diikuti dengan transparansi kepada masyarakat terkait bukti-bukti hukum yang dimiliki kepolisian.
”Segera ungkap secara transparan apa saja bukti permulaan yang dimiliki kepolisian, yang katanya menjadi dasar penahanan Bibit dan Chandra. Sampai sekarang kita tidak pernah tahu apa saja yang disebut sebagai bukti permulaan yang kuat milik polisi itu,” ujar Muladi.
Muladi juga merekomendasikan agar Bibit dan Chandra bisa ditangguhkan penahanannya dan mengubahnya menjadi tahanan kota atau tahanan rumah demi meredam kontroversi yang muncul di masyarakat terkait langkah penahanan Polri sebelumnya.
Dukung tim independen
Namun, sejumlah pihak menyambut baik pembentukan tim itu, di antaranya Direktur Utama Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Azyumardi Azra, yang kini tengah berada di Amerika Serikat.
Ia berharap tim dapat mengumpulkan data sendiri dan merekomendasikan keputusan yang independen, obyektif, jujur, dan adil terkait kasus penahanan dua unsur pimpinan KPK.
”Namun, jangan sampai anggota tim malah terkooptasi dengan kepentingan pemerintah dan Polri sehingga rekomendasinya tidak memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan duduk masalahnya secara fair, serta penyelesaian yang adil dan benar bagi pembebasan kedua unsur pimpinan KPK tersebut,” ujar Azyumardi saat dihubungi Kompas, Senin.
Azyumardi berharap tim independen bekerja secara komprehensif dan transparan. ”Bukan tim yang proforma hanya untuk menyenangkan masyarakat karena gelombang dukungan masyarakat terhadap KPK sekarang sudah tak terbendung lagi. Harapan masyarakat terhadap tim sangat besar bagi penegakan hukum pada masa mendatang,” ujarnya.
Teten pilih di luar
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki menegaskan penolakannya untuk bergabung dalam tim independen.
”Alasan penolakan saya bukan politik, tetapi teknis saja. Saya mendukung adanya tim independen untuk melakukan verifikasi terhadap kasus penahanan dua unsur pimpinan KPK tersebut,” ujar Teten.
Menurut Teten, kehadiran delapan tokoh masyarakat di tim independen sudah memenuhi perwakilan unsur-unsur di masyarakat untuk mengawal proses verifikasi kasus penahanan pimpinan KPK secara obyektif dan transparan. Kehadiran unsur-unsur masyarakat itu juga dinilai sudah berkompeten untuk merekomendasikan hasil-hasil penelusuran yang bisa dipercaya masyarakat.
”Saya memilih di luar tim saja sehingga saya bisa mendinamisasikan tim independen dalam menjalankan tugasnya. Kalau di luar, kan, saya bisa lebih bebas ikut mendinamisasi tim tersebut,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, tim itu perlu didukung jika dimaksudkan untuk menjaga agar kasus Chandra dan Bibit tidak keluar dari masalah hukum.
Namun, Ahmad Yani, anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, mempertanyakan wewenang dan kedudukan yang dimiliki tim tersebut. ”Saya menduga tim tersebut hanya sebatas memberikan rekomendasi,” katanya. (DAY/NWO/DWA/HAR)***
Source : Kompas, Selasa, 3 November 2009 | 04:03 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar