Sabtu, 04 Juli 2009

79 Wartawan Tewas Terbunuh di Filipina

PEMBUNUHAN

Filipina Tak Aman Bagi Wartawan

MANILA - Seorang polisi Filipina ditahan di sebuah markas polisi regional atas tu­duhan membunuh seorang war­tawan radio. Demikian diungkap­kan seorang pejabat kepolisian Filipina, Jumat (3/7).

Filipina, menurut sebuah lem­baga independen Pusat Kebebas­an dan Tanggung Jawab Media Filipina, kerap disebut sebagai tempat yang paling berbahaya bagi wartawan. Menurut lembaga ini, sejak tergulingnya diktator Ferdinand Marcos 1986, sudah tercatat setidaknya 79 wartawan tewas terbunuh di Filipina.

Crispin Perez Jr, komentator radio yang terbunuh di luar rumahnya bulan lalu itu, adalah korban yang kesekian kali.

Istri Crispin Perez Jr meng­identifikasi seorang anggota po­lisi Filipina, Darwin Quimoyog, sebagai orang yang menembak suaminya di Kotapraja San Jose di Provinsi Mindoro Occidental, Filipina tengah, pada 9 Juni. De­mikian menurut Wakil Menteri Kehakiman Ricardo Blancaflor.

Perez, menurut Blancaflor, adalah seorang pengacara dan mantan wakil gubernur yang mempunyai acara di Radio DWDO. Dia merupakan satu dari lima wartawan yang tewas ter­bunuh dalam setahun terakhir.

“Filipina kerap

disebut sebagai tempat yang paling berbahaya bagi wartawan”

Blancaflor, ketua satgas peme­rintah untuk mengusut dan pe­nuntut pembunuhan politis, mengatakan, tersangka Darwin Quimoyog yang kini ditahan di markas kepolisian akan segera dihadapkan ke kejaksaan jika pi­hak penuntut telah mengajukan dakwaan resmi.

Irene Perez, istri korban, mengatakan bahwa tersangka berpura-pura mencari advis hu­kum sebelum menembak suami­nya. Dia mengatakan, dia men­coba menangkapnya saat pria itu melarikan diri dengan sepeda motornya, yang kemudian dite­mukan tercampak.

Istri Perez itu mengatakan, tersangka Quimoyog bekerja se­bagai seorang pengawal bagi se­orang politisi setempat yang per­usahaannya telah dikritik oleh suaminya dalam acara radio. Pekan lalu

Serangan paling akhir pada se­orang wartawan terjadi pekan lalu, ketika seorang pria menem­bak mati komentator radio lain, Jonathan Petalvero, di Kotapraja Bayugan di Provinsi Agusan del Sur, Filipina selatan. Belum ada yang ditangkap dalam kasus itu.

Kepala UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB)-yang pu­nya mandat membela kebebasan pers-mengecarn pembunuhan Perez itu. "Saya sangat prihatin tingginya jumlah wartawan Fili­pina yang membayar dengan jiwa mereka untuk melaksanakan ke­bebasan berekspresi yang terma­suk dalam hak asasi manusia," kata Koichiro Matsuura dalam sebuah pernyataan.

Dia mendesak pihak berwe­nang Filipina untuk menghen­tikan serangan-serangan kepada para wartawan dengan melak­sanakan penyidikan yang saksa­ma atas pembunuhan Perez.

Komisi untuk Melindungi Wartawan di New York mengata­kan, Filipina adalah satu dari 14 negara dengan kekerasan terha­dap pers kerap tidak terbongkar dan tidak dihukum. (AP/DI)

Source : KOMPAS, Sabtu, 4 Juli 2009. Illustrasi World News Network


Tidak ada komentar:

Posting Komentar