Mengapa Ruyati Dipancung di Saudi?
Penulis : Sukamto Javaladi*
Arab Saudi-"kba.ajiinews"
Setiap kali ada TKI, khususnya para Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), mendapat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya di Arab Saudi, seluruh media cetak/elektronik di Tanah Air ribut. Namun seiring berjalannya waktu, keributan tersebut mereda dan kemudian menghilang dan nyaris tak terdengar.
Sebelum kabar Ruyati dipancung, masyarakat Indonesia sudah sering dihebohkan berbagai kasus TKI, di antaranya kasus Sumiyati, PLRT asal NTB, yang bibirnya digunting oleh majikannya di Madina. Semua ribut, semua berkomentar, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun berkomentar.
Namun semua komentar tidak ada yang mau mengkaitkan ketidakberesan tersebut dengan amanat Pasal 80 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut saja sebagai UU No 39/2004).
Pasal 80 UU No 39/2004 menyatakan bahwa (1) Perlindungan selama masa penempatan TKI di Luar Negeri dilaksanakan antara lain (a) pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta kebiasaan internasional; (b) pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
(2) Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).
UU No 39/2004 disahkan pada 18 Oktober 2004 oleh Presiden (yang saat itu) Megawati Soekarnoputri. Tak lama setelah UU No 39/2004 disahkan, SBY menggantikan Megawati sebagai presiden. Pada era pemerintahan SBY, menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan telah dijabat Fahmi Idris, kemudian digantikan Erman Suparno, dan kini dijabat Muhaimin Iskandar.
Fahmi menduduki kursi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) hanya setahun, dan periode sisanya diisi oleh Erman. Namun sayang, sampai Erman mengakhiri masa tugasnya, ia tidak mau (atau mungkin tidak mampu) merancang PP tentang Pemberian Perlindungan selama Masa Penempatan TKI di Luar Negeri.
Kini rakyat perlu bertanya, mampukah Muhaimin menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberian Perlindungan selama Masa Penempatan TKI di Luar Negeri, sebagaimana diamanatkan Pasal 80 UU No 39/2004? Tanpa adanya PP tersebut, kasus Sumiyati dan Ruyati kemungkinan masih akan terus terulang.
Gaji Tidak Dibayar
Sejak UU Nomor 39/2004 disahkan, sudah banyak kebijakan pemerintah dimunculkan, di antaranya Inpres No 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI dan beberapa peraturan Menakertrans.
Berbagai kebijakan tersebut, menurut hemat saya, selalu didasarkan pada asumsi bahwa porsi terbesar masalah TKI adalah masalah yang terjadi di dalam negeri. Karena didasarkan pada analisis masalah yang salah, kebijakan yang diambil pemerintah dalam hal ini kebijakan menteri yang membidangi ketenagakerjaan, juga tidak menyelesaikan masalah.
Berdasarkan data yang saya kumpulkan selama saya bertugas di Arab Saudi, sekitar 63,06 persen TKI yang mengadu ke KBRI pada 2007 dan 2008 melaporkan masalah gaji tidak dibayar, dan sekitar 22,33 persen melaporkan tidak sanggup bekerja karena beban kerja terlalu berat dan gaji tidak dibayar.
Jadi, secara kumulatif, masalah gaji tidak dibayar menduduki porsi 86,39 persen. Secara umum, ada tujuh masalah utama yang dihadapi TKI di Arab Saudi, terutama PLRT, yakni (i) gaji tidak dibayar, (ii) dianiaya, (iii) diperkosa, (iv) dipindahkan ke majikan lain secara ilegal, (v) disuruh bekerja tidak sesuai Perjanjian Kerja (misal: menggembala kambing), (v) dituduh berbuat kriminal (mencuri, berzina, dan sihir), dan (vii) tidak dipulangkan tatkala kontrak kerja telah berakhir.
Berpijak pada uraian di atas, kiranya Pemerintah RI perlu dan segera membentuk lembaga perlindungan TKI di Arab Saudi yang merupakan kombinasi lembaga asuransi dan lembaga bantuan hukum. Lembaga ini diharapkan dapat memantau keberadaan seluruh TKI, pembayaran gaji TKI, masa kontrak TKI, memberikan jaminan jika gaji tidak dibayar, serta memberikan jaminan kesehatan dan bantuan hukum. Pertanyaannya adalah kapan itu diimplementasikan?-sumber-suara pembaruan//kba.ajiinews//depari.rs//
*Penulis adalah Alumnus University of Illinois, Amerika Serikat, peminat masalah ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar